Mantap,, Menteri Sosial Sapa Indonesia dari Batas Negeri

PKH Pringgabaya - Dikutip dari laman Kemsos RI, Sejak pagi, warga Desa Maudemu Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, datang bergelombang di ujung jalan desa. Siang menjelang sore, tidak ada tanda-tanda mereka menyusut. Bahkan yang terjadi, mereka makin menyemut.

Mantap,, Menteri Sosial Sapa Indonesia dari Batas Negeri

Ya, karena pada Kamis (4/4) itu,  ada tamu istimewa yang akan hadir di desa mereka yang sungguh hijau nan asri ini.  Tatkala terdengar sayup suara sirine, wajah-wajah mereka yang polos langsung sumringah. Itulah tanda kehadiran rombongan Menteri Sosial Idrus Marham, tamu istimewa yang ditunggu-tunggu tadi. Tetua adat mengenakan kain tenun khas Nusa Tenggara Timur (NTT), kalung bermata logam lebar, dan ikat kepala destar.

Kepada warga setempat, dan sejumlah pejabat yang hadir,  Mensos menyatakan pembangunan perbatasan adalah soal pertahanan negara. “Kesejahteraan masyarakat  adalah pertahanan sesungguhnya. Maka para pemimpin dan akademisi jangan banyak berdebat. Lakukan langkah nyata dengan membangun perbatasan,” kata Mensos.

Kementerian Sosial sejak 2016 membina derah Fatubesi, Desa Maudemu, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, sebagai lokasi Komunitas Adat Terpencil (KAT). Di sini hidup Suku Banuak sebanyak 75 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di wilayah perbatasan antar negara di Provinsi NTT.Melalui program pemberdayaan KAT, lokasi tersebut telah dilakukan berbagai aktifitas pembangunan. Antara lain, pada 2015 telah dilakukan Penjajagan Awal dan Studi Kelayakan yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan program/kegiatan sesuai kebutuhan dan aspirasi warga KAT.

“Kegiatan bimbingan dan motivasi tentang kecakapan hidup diberikan agar mereka dapat hidup layak dan setara dengan masyarakat pada umumnya,” kata Direktur Pemberdayaan KAT, Harapan Lumban Gaol.

Tahun 2016, warga KAT di lokasi Fatubesi mendapat alokasi bantuan pembangunan rumah, jaminan rumah, peralatan kerja, bibit tanaman, dan peralatan rumah tangga. “Bantuan tersebut diberikan untuk menstimulans kehidupan dan penghidupan di lokasi permukiman yang menetap sehingga ke depan lokasi tersebut dapat tumbuh menjadi kawasan permukiman yang memadai,” lanjut Gaol.

Berikutnya, tahun 2017 lokasi Fatubesi masih mendapat bantuan jaminan hidup, bimbingan teknis keterampilan, dan pendampingan sosial oleh petugas yang menetap selama 10 bulan di lokasi tersebut.

“Melalui pendampingan, warga KAT melakukan berbagai aktifitas perumusan rencana aksi bersama melalui pembentukan Forum Warga KAT,” kata Gaol.

Tahun 2018, lokasi yang berbatasan dengan Timor Leste tersebut memasuki tahapan purna bina dari program pemberdayaan KAT. Selanjutnya, masuk peran Pemerintah Daerah (Pemda) dengan berbagai program/kegiatan lain sebagai bentuk pemberdayaan berkesinambungan.

“Kini, warga Suku Banuak hidup secara baik. Rumah dalam keadaan terawat. Sekitar pekarangan ditanami berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. MCK juga dibangun pada hampir semua unit rumah,” jelas Gaol.

Bahkan, dari aktivitas cocok tanam, mereka bisa meningkatkan taraf hidup. “Hasil pertanian unggulan adalah kacang-kacangan dan kacang hijau. Terdapat empat warga KAT yang sudah dapat membangun rumah batu permanen dari hasil kebun mereka,” katanya.

Meskipun lokasi Fatubesi cukup subur, namun kebutuhan air bersih masih belum cukup memadai. Kebutuhan air bersih didapat dari sumber mata air dari atas bukit yang dialirkan secara tradisional dengan bambu. Konsekuensinya, pasokan air tidak stabil. “Pada musim-musim tertentu debit air mengecil sehingga tidak mencukupi kebutuhan warga,” katanya. Ini yang dalam jangka panjang perlu diselesaikan.

Hal yang paling menonjol saat ini adalah karena posisinya berada dalam lintasan sabuk merah perbatasan  yang telah dibuka jalan selebar 12 meter yang menghubungkan Kabupaten Belu dengan Kabupaten Malaka. Dalam keadaan tersebut, lokasi Fatubesi akan cepat tumbuh berkembang menjadi kawasan permukiman yang memadai.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »